Feeds:
Posts
Comments

Posts Tagged ‘cs motor’

Stress tampaknya kini telah menjadi teman yang begitu akrab dalam keseharian kehidupan kita. Ada banyak hal yang bisa menyebabkan kita tergelincir dalam kondisi stress. Mungkin lantaran beban kerja yang terus menumpuk, dan rasanya ndak pernah kunjung usai. Sudah begitu mungkin kita mesti menghadapi lingkungan kerja kantor yang tak kunjung bisa menentramkan hati.

Kita mungkin juga bisa stress lantaran kondisi keuangan keluarga yang terus terhimpit (aduh gaji ndak naik-naik, sementara ongkos hidup terus meliuk-liuk). Atau juga lantara bisnis kita stagnan, dan dagangan ndak laku sementara modal kerja sudah makin menipis. Ringkasnya, begitu banyak hal yang barangkali bisa membikin kita stress dan kepala pening nyut-nyutan.

Jangan cemas, teman. Dari sejumlah wacana mengenai stress management, terdapat sejumlah siasat dan tema yang bisa kita pahami untuk bisa mengelola stress dengan ampuh. Disini kita hendak mengungkap mengenai tiga elemen kunci yang amat berpengaruh terhadap derajat kekuatan mental kita dalam menahan tekanan hidup yang datang silih berganti.

Aspek yang pertama adalah your PERCEPTION. Pada akhirnya stress sungguh amat tergantung pada persepsi dan cara pandang kita menatap fakta hidup di sekeliling kita. Dua orang mungkin bisa menemui masalah yang persis serupa, namun persepsi dua orang itu atas masalah itu bisa berbeda sama sekali. Disini terkuak bahwa individu yang cenderung memiliki persepsi atau pola pikir yang negatif (atau selalu menatap sebuah problem dari kacamata yang penuh dengan pesismisme dan “buram”) cenderung akan mudah tergelincir dalam genangan stress yang meruap-ruap.

Sebaliknya, individu yang selalu dibekali dengan positive mindset, yang selalu bisa melihat setitik asa dibalik segunung dilema, cenderung tidak mudah terkena stress. Persepsi mereka atas sebuah masalah selalu berfokus pada solusi dan berorientasi masa depan; dan ini membuat mereka senantiasa bisa mengelak dari beban stress yang berkepanjangan. Lalu bagaimana cara membangun persepsi yang positif? Anda bisa menemukan jawabannya disini.

Aspek yang kedua adalah your LOCUS of CONTROL. Individu dengan dengan “internal locus of control” percaya bahwa mereka paling bertanggungjawab dalam mengendalikan nasib mereka – bukan pihak/orang lain. Sebaliknya, individu dengan “external locus of control” percaya bahwa nasib mereka lebih ditentukan dan dikendalikan oleh kekuatan dari luar; oleh bos mereka, atau oleh “manajemen perusahaan”, atau oleh “kebijakan pemerintah” (duh).

Dari sejumlah penyelidikan, terbukti bahwa orang yang memiliki external locus of control cenderung mudah “menyerah” pada tekanan hidup; mentalnya rapuh, pasif, serta jarang memiliki kegigihan untuk memperbaiki jalan kehidupannya. Orang seperti ini biasanya gampang terkena stress. Sebaliknya, orang yang memiliki internal locus of control cenderung memiliki keyakinan kuat pada dirinya sendiri, dan tidak mudah tergelincir dalam stress.

Aspek terakhir dan paling penting dalam menjaga ketenangan hati adalah your SPIRITUALITY LEVEL. Kapan terakhir kali Anda bangun ditengah malam untuk merajut sebuah perjumpaan yang intens dengan Sang Kekasih Hati; dan kemudian tenggelam dalam rintihan doa yang menghanyutkan? Kapan terakhir kali Anda bangun di keheningan fajar, membasuh muka, dan lalu berjalan menuju Mesjid untuk menegakkan sholat Subuh berjamaah?

Individu yang selalu mendedahkan raga dan batinnya dengan Sang Pencipta tentu saja akan selalu dibasuh oleh jalan hidup yang menentramkan. Aura ketenangan hati selalu menyeruak, dan stress barangkali akan sukar hinggap didalamnya.

Sebaliknya, individu yang kian jauh dengan Sang Pencipta, yang berbondong ke Mesjid hanya seminggu sekali, yang pergi ke Gereja hanya setahun sekali, atau yang tidak pernah bersembahyang secara khusuk dalam keheningan Pagoda dan Kuil, cenderung akan mudah tergelincir dalam kegelisahan hati yang berkelindan. Disini ketenangan hidup yang hakiki nyaris tak pernah kunjung tergenggam.

Demikianlah tiga tema kunci yang mungkin perlu kita pahami dalam proses meraih hidup yang bebas dari kegelisahan dan kegundahan hati. Persepsi yang positif dan raca percaya diri untuk terus berikhitar mengendalikan jalan hidup adalah dua tindakan esensial yang perlu dilakoni. Dan kemudian genapkan semuanya dengan terus merajut perbincangan yang intim dengan Sang Kekasih Hati.

Dari situlah kita barangkali akan terus bisa singgah dalam jalan kehidupan yang penuh makna dan sungguh menentramkan.

 

Sumber: Strategimanajemen by Yodhia Antariksa

Read Full Post »

Pindah kuadran adalah sebuah istilah yang menjadi sangat populer lantaran buku best seller bertajuk Rich Dad, Poor Dad karangan Robert T. Kiyosaki. Isitilah ini merujuk pada perpindahan dari kuadran seorang pekerja (employee) bergerak menuju kuadran business owner atau entrepreneuer. Dari seseorang yang tiap bulan menerima gaji secara konstan, bergerak menjadi manusia mandiri yang create their own wealth.

Pilihan menjadi entrepreneur kini tampaknya memang tengah digandrungi banyak orang; dan ini tentu saja merupakan sebuah hal yang layak disukuri. Sebab seperti yang pernah saya tulis disini, negeri tercinta ini masih sangat membutuhkan barisan manusia mandiri yang berani mengambil resiko menjadi wirausahawan/wati. Sebuah keberanian untuk meretas jalan panjang demi meraih apa yang acap disebut sebagai financial freedom.

Pertanyaannya adalah : jika kita sudah terlanjur menjadi pekerja kantoran (employee) dan mungkin kini tengah menikmati sebuah comfort zone, apa yang mesti harus dilakukan untuk pindah kuadran? Dan kapan sebaiknya pindah kuadran? Tak ada jawaban baku disini, sebab seperti kata pepatah “ada banyak jalan menuju Roma”. Demikian pula, mungkin ada seribu jalan untuk melakoni proses perpindahan kuadran. Namun disini, saya hendak mendedahkan sejumlah catatan yang mungkin layak digenggam.

Catatan yang pertama adalah ini: kalaulah kelak Anda ingin menyodorkan resignation letter dan bertekad bulat full time menjalani wirausaha, pastikan bahwa probalilitas keberhasilan bisnis/usaha yang akan Anda tekuni itu setidaknya berada pada kisaran angka 70 %. Aturan inilah yang dulu saya terapkan ketika pada tahun 2004, saya memutuskan pindah kuadran, dan secara full time menekuni usaha secara mandiri. Saya akhirnya berani mengambil keputusan itu, setelah berdasar analisa yang saya lakukan, saya berkeyakinan bahwa usaha yang akan saya tekuni ini memiliki probabilitas 70 % akan berhasil (dan sejauh ini, alhamdulilah, estimasi itu tidak meleset).

Pertanyaan berikutnya : dari mana angka 70 % diperoleh? Ya tentu saja berdasar analisa atas potensi pasar. Ini bisa dilakukan dengan cara observasi, survei secara sederhana, ataupun berdasar kisah kegagalan/keberhasilan serta pengalaman dari para pelaku bisnis di bidang yang akan Anda tekuni. Angka itu juga mesti memperhatikan kapabilitas internal Anda dalam menjalani usaha yang akan ditekuni.

Namun pada akhirnya, semua juga terpulang pada your personal judgement. Kalau Anda bermental penakut, meskipun secara rasional hasil analisa menunjukkan bahwa 70 % usaha ini akan berhasil, namun mungkin hati kecil Anda akan selalu bilang “rasanya peluang bisnis ini untuk berhasil kok cuman 20 % saja….”. Wah, kalo begini mindset sampeyan, ya ndak jalan-jalan. Kalu begini, berarti mindset Anda yang perlu direparasi (silakan baca tulisan INI untuk merefresh mindet Anda).

Catatan yang kedua adalah ini : kalaulah Anda belum berani full time pindah kuadran, maka tentu saja Anda bisa menjalani apa yang saya sebut sebagai “double kuadran”. Bekerja di kantor tetap dilakoni, namun perlahan-lahan mulai merintis bisnis secara mandiri. Kelak kalau roda bisnis itu ternyata bisa memberikan income yang memadai, baru kemudian mengajukan pengunduran diri dari kantor. Model semacam ini menjanjikan rute yang lebih aman, dan sudah banyak kisah keberhasilan yang tersaji melalui rute double kuadran ini. Melalui smart management atau juga melalui pengaturan waktu yang tepat, pilihan model ini rasanya sangat layak untuk dicoba.

Pertanyaan terakhir : lalu apa dong kira-kira bisnis yang harus saya lakukan? Nah ini pertanyaan yang mudah dijawab. Silakan saja datang ke toko buku Gramedia (yang ada di Matraman, Jakarta merupakan the best choice) atau toko buku terdekat di kota Anda. Disitu Anda akan segera melihat puluhan atau mungkin ratusan buku tentang beragam peluang bisnis : mulai dari kiat bisnis waralaba, peluang bisnis baju koko, bisnis rumah makan mak nyus, bisnis jualan obat, bisnis secara online, bisnis jualan air isi ulang, bisnis properti…….semua ada, tinggal dipilih-pilih mana yang paling cocok menurut Anda.

Akhir kata, selamat mencoba dan berjuang menjadi juragan. Yang penting jangan terlalu banyak dipikir-pikir. Just do it now. Take action. Dan biarkan waktu yang menilai apakah kita akan berhasil, atau masih harus terus berjuang. Goodluck, my friends.

 

Sumber : strategimanajemen (Yodhia Antariksa)

 

Silahkan mampir di sini atau di sini

Read Full Post »

Diam-diam sebenarnya banyak pekerja kantoran – bahkan yang sudah mapan – yang berhasrat membangun usaha sendiri. Kejenuhan menjalani rutinitas masuk kantor jam 8 pagi dan pulang jam 5 sore (kadang hingga jam 8 malam) mungkin menjadi salah satu pemicu (belum lagi jika suasana kantor yang suka bikin bete).

Potensi penghasilan yang lebih mak nyus juga membuat banyak pekerja kantoran pengin buka bisnis sendiri (ya, daripada lelah nunggu kenaikan gaji yang entah kapan datangnya. Pas udah datang, naiknya cuman 4 %. Doh #kepala mendadak puyeng mikirin biaya hidup yang makin mahal#).

Namun proses pindah kuadran dari pekerja kantoran menjadi juragan ternyata bukan hal yang mudah. Disana ada bentangan perjalanan yang berliku nan terjal. Nah di pagi yang cerah ini, kita mau menikmati sepotong kisah tentang anak muda yang berjibaku menjahit impiannya : mimpi pekerja kantoran yang ingin menjadi juragan.

Jreng, jreng. Anda semua sudah siap menikmati sajian renyah ini?

Kisah ini dimulai dari kehidupan anak muda bernama Adhika Dirgantara (sebuah nama yang keren). Ia lulusan sarjana ilmu informatika dari Binus (Universitas Bina Nusantara). Dulunya ia bekerja di bagian IT perusahaan Pfizer, sebuah perusahaan farmasi tenar berskala global. Gajinya juga ndak jelek-jelek amat, 5 juta per bulan.

Namun ia merasa, ritual pergi pulang bekerja sungguh meletihkan. Kantornya di Sudirman Jakarta, sementara ia tinggal di Bekasi. Setiap pagi ia berangkat kerja naik sepeda motor : menembus lautan kemacetan yang setiap saat menghadang selama 1,5 jam. Pulangnya juga sami mawon. Wah kalau begini, saya bisa tua dijalan dong, begitu ia membatin.

Bekerja di perusahaan besar yang penuh dengan birokrasi juga membuat ia merasa tak bisa bebas berkreasi. Terlalu banyak aturan dan hirarki. Ia juga cuma pekerja kelas rendahan. Ia jadi merasa sekedar sekrup dari perusahaan tempatnya bekerja. Sekedar menjadi sekrup dari mesin kapitalisme global yang terus menderu.

Kalau hidup kayak gitu terus, kok rasanya ndak asyik ya. Begitu ia kembali membatin. Kayak sayur lodeh tanpa garam. Hambar begitu. Hmm.

Begitulah pada usia 25 tahun, setelah tiga tahun menjadi pekerja kantoran, ia memutuskan untuk resign. Resign gitu lho (hayo siapa yang mau ikutan resign, ngacung).

Dengan bekal tabungannya, ia langsung buka usaha dibidang konsultan IT (sebuah pilihan yang lumayan pas dengan keahliannya). Namun ternyata ia hanya bisa dapat satu klien dengan nilai projek sekitar 30-an juta. Setelah itu NOL besar. Ndak ada lagi order masuk.

Pelan-pelan usaha konsultannya itu bangkrut. Kenapa? Sebab ia tidak memiliki keahlian untuk MENJUAL kepada calon klien (catatan : ini banyak terjadi pada teman saya yang juga ingin buka usaha menjadi konsultan manajemen. Dikira mencari klien itu gampang. Emang klien dari Hongkong).

Adhika lalu banting setir. Dengan modal tabungannya yang tersisa ia kemudian membuka bisnis toko tinta isi ulang. Ruko sudah disewa. Barang-barang sudah dipajang. Brosur promosi sudah disebar. Toh ternyata usaha ini hanya berjalan 6 bulan, dan lalu bangkrut lagi. Pembelinya sepi (hasil evaluasi menunjukkan lokasi ruko yang tidak strategis, terlalu sempit sehingga terkesan tidak bonafid, dan kalah dengan pesaing yang ada di jalan yang sama, dengan toko yang lebih megah).

Dua kali gagal. Hmm. Tabungan makin tipis. Hmm. Orangtuanya juga mulai panik. Hmm. (iih, kok ehm-ehm terus sih).

Ditengah-tengah situasi yang kepepet itulah, mendadak muncul “eureka momment” : aha, saya kan bisa bikin website, dan saya kan asli Pekalongan yang jago bikin batik (the power of kepepet itu ternyata ampuh juga ya).

Begitulah, ia lalu memadukan dua elemen vital itu yakni : kemampuan membikin website dan jaringan kenalannya dengan para juragan batik Pekalongan, untuk membuka bisnis online jualan batik. Lalu abrakadabra : lahirlah online store batik paling keren se Indonesia.

Alhamdulilah, karena keahliannya dalam internet marketing, dan akses yang luas akan produk-produk batik yang bagus dengan harga relatif murah, ia bisa membuat bisnis yang ketiganya ini SUKSES. Omzetnya sudah besar. Dan bahkan ia kini juga melebarkan bisnis online-nya untukberjualan emas batangan (alhamdulilah, sukses juga).

Ada tiga pelajaran penting yang bisa kita petik dari kisahnya. Pertama, makin muda usia ketika Anda memulai usaha, makin bagus. Anda jadi punya cadangan waktu yang agak panjang ketika harus menghadapi kegagalan demi kegagalan (Adhika memutuskan resign dan memulai bisnis sendiri di usia 25 tahun, usia yang tergolong masih belia).

Kedua, kegagalan adalah sebuah lelakon yang kudu dijemput tanpa rasa takut berlebihan. Jika Anda berani sukses, mestinya juga harus berani gagal. Adhika mengalami dua kali kegagalan, dan ia tetap terus jalan (dan bukan ragu lalu kembali lagi menjadi karyawan. Kembali menjadi sekrup).

Ketiga, mimpi yang mau dijahit itu harus terus dikibarkan : mimpi menjadi juragan sukses. Adhika bilang, tanpa mimpi itu mungkin ia mudah menyerah kalah. “Impian yang berkibar-kibar itu yang membuat saya bisa terus bersemangat menjalani semua tantangan”.

Ia mengucapkan kalimat itu di hadapan saya dengan penuh keyakinan. Saya kemudian hanya bisa memeluknya erat-erat. Sebagai kakak kandungnya, saya cuman bisa merasa bangga.

Goodluck, my young brother !!!

Sumber: strategimanajemen (Yodhia Antariksa)

Read Full Post »

Ini ada tulisan dari Rony Yuzirman, founder komunitas TDA:

Pagi ini saya menonton biografi James Cameron yang membuat saya memohon kepada istri untuk menggantikan giliran saya mengantarkan Vito ke sekolah.

Saya sangat penasaran dengan sutradara fenomenal di balik sukses film Titanic dan Avatar ini. Semua orang mengakui kedua film ini adalah pencapaian luar biasa sepanjang sejarah perfilman.

James Cameron adalah imigran dari Canada. Ayahnya adalah seorang insinyur dan ibunya seorang peminat seni.

Ayahnya melarang James kecil yang gemar membaca komik, sementara ibunya membolehkannya. Kombinasi yang menarik 🙂

Drop out dari kuliah, James muda sempat menjadi supir truk dengan bayaran 4 dolar per jam.

Ketertarikannya sejak kecil dengan sains-fiksi membuatnya nekat melamar ke salah satu produser Hollywood dan ia pun pendapat pekerjaan dengan upah minim di bagian teknis.

Meski begitu ia tetap bekerja dengan penuh semangat karena yang dicarinya bukanlah uang, tapi pengalaman belajar dari sang produser senior itu. “Pengalaman 15 tahun saya dapat dalam hanya bekerja 1,5 tahun di sana”, tuturnya.

Passion dan kesungguhan bekerja ia tunjukkan sehingga karirnya pun mulai menanjak.

Sebuah tawaran menyutradarai film “abal-abal” dari Italia pun ia ambil. Namun proyek pertama ini gagal total dan membuatnya bangkrut bahkan berbulan-bulan tidak punya uang untuk makan sekali pun.

Impiannya tidak mati bersama kondisinya itu. Minatnya terhadap film sains-fiksi tetap hidup. Sampai suatu saat ia nekat menawarkan ide film, Terminator kepada produser di Hollywood. Ndilalah, proposalnya itu diminati dan dibiayai dengan anggaran cukup tinggi ketika itu. Film itu meledak dan karpet merah mulai terbentang untuk karir James Cameron.

Aliens, sekuel Terminator, The Abyss, True Lies kemudian menyusul setelah sukses Terminator. Semua filmnya adalah proyek ambisius, menggunakan teknologi terkini dan sering over budget.

James adalah sutradara keras kepala dan yakin dengan idenya. Ia tidak mau bernegosiasi soal budget. Titanic adalah masterpiece-nya yang mengalahkan pencapaian sepanjang masa dari Star Wars.

Mungkin watak keras kepada dan non kompromi ini terbawa juga ke dalam perjalanan hidup pribadinya yang kawin cerai sampai 4 kali.

Kata-kata kunci yang menjelaskan pencapaian James Cameron akhirnya saya dapat dari kutipan wawancaranya setelah Titanic memborong 11 penghargaan Oscar ketika itu.

“Saya selalu berusaha push beyond my limit“, ungkapnya.

Hal ini dibuktikannya lagi dengan pencapaian film Avatar yang merupakan torehan sejarah baru perfilman dunia. Ia selalu membuat yang tidak pernah dibuat oleh orang lain sebelumnya.

Sumber : Rony Yuzirman

Silahkan mampir dulu ke sini atau ke sini

Read Full Post »

Dalam sebuah meeting untuk mengambil keputusan tentang promosi, terasa sekali betapa manajemen puncak bimbang dalam mengambil keputusan. Ada pimpinan yang bersikap super tegas dengan mengandalkan pengukuran kinerja yang objektif dan terukur. Ada juga pimpinan yang memberi pertimbangan berdasarkan hal lain, seperti loyalitas karyawan lama, perasaan karyawan yang sudah berusaha mati-matian, namun tidak mendapatkan hasil cemerlang karena situasi pasar maupun talenta yang memang tidak seberbakat temannya. Salah seorang manajemen puncak mengatakan, ”Keputusan harus mempertimbangkan yang obyektif dan faktual dengan faktor politis”. Ya, meskipun kita kerap menekankan pentingnya objektivitas dan keterukuran, namun apa jadinya bila “kata hati” tidak didengarkan?

Bila individu tidak menggunakan kata hatinya, maka pengambilan keputusan menjadi sangat mudah dan tidak berperasaan. Kita tentu miris juga bila melihat proses penggusuran yang dilakukan tanpa pandang bulu ataupun kenaikan biaya pendidikan yang seolah hanya berorientasi bisnis dan tidak mempertimbangkan kesempatan bagi siswa dari keluarga yang kurang mampu. Sebaliknya, ketika seorang pemimpin ragu dan ingin mempertimbangkan aspek-aspek di luar yang terukur, maka ada proses tanya jawab dengan kata hatinya.

Kita menyaksikan betapa beberapa tokoh mengelak dan membela diri, bahkan berbohong di persidangan atau konferensi pers dengan begitu ringan dan terasa tanpa rasa bersalah. Kita jadi bertanya-tanya, bagaimana mekanisme individu mendengarkan kata hatinya? Apakah pada setiap individu, ukuran kata hati berbeda-beda? Ada orang yang langsung ‘resign’ dari kursi empuknya ketika dituduh mendapat rumah gratis dari perusahaan properti, tetapi ada juga orang yang sudah telak-telak bersalah, tetapi masih dengan lantang mondar mandir di publik dengan mengatakan: ”Saya tidak bersalah”. Apakah kata hati kadang bekerja, kadang tidak? Bagaimana mengasah agar kata hati terus tajam dan membantu kita dalam mengambil tindakan dan keputusan?

Melandasi Keputusan dengan Misi yang Etis

Belajar dari situasi di Jepang, kita bisa melihat betapa begitu banyak pertimbangan yang dilakukan pemerintah dalam menangani bahaya peledakan nuklir di Okuma. Pemerintah perlu menjaga informasi agar tidak menimbulkan kepanikan, tetapi juga berusaha agar tidak satu pun rakyat Jepang menderita karena dampak radiasi yang mungkin terjadi akibat rusaknya pusat tenaga nuklir ini, setahun yang lalu. Pemerintah Jepang bahkan mengijinkan pihak independen untuk meninjau lapangan untuk mendapatkan evaluasi obyektif mengenai kondisinya. Bisakah kita membayangkan betapa beratnya pejabat-pejabat negara itu untuk mendapatkan keseimbangan  dalam pengambilan keputusan? Siapa yang akan dibela? Gengsi atau uang negara? Ekonomi yang macet karena penduduk harus diungsikan? Atau, pertahanan negara? Apa misinya dan seberapa etiskah misi ini diperjuangkan?

Dalam bisnis, banyak orang berpendapat bahwa uang, produktivitas dan kinerja adalah landasan yang “ultimate”. Namun, bisakah kita membayangkan seorang CEO yang tidak mempunyai pertimbangan bagaimana mempengaruhi anak buahnya untuk menjadi orang berintegritas? Bila kita mengamati pemimpin yang kita kagumi, kita selalu akan melihatnya sebagai orang yang tidak saja mengambil keputusan bisnis yang tepat, tetapi juga mempunyai misi yang jelas terhadap hal hal yang tidak teraga seperti ‘trust’, kreativitas, fokus, kecepatan, fleksibilitas, loyalitas dan komitmen. Seorang CEO sebuah bank terkenal bahkan bisa menjamin bahwa dengan menguatkan integritas karyawan di perusahaan, NPL alias kredit macet bisa dikurangi. Kata hati individu bekerja pada saat individu dibingungkan apakah benar salahnya suatu keputusan  dilandasi pada pertimbangan ‘kebaikan’, kepantasan, ‘fairness’ dan kemanusiaan yang optimal. Inilah misi yang perlu dipegang teguh dalam pengambilan keputusan, apalagi oleh pimpinan dan pejabat “C-level” di perusahaan.

Menguatkan Kata Hati

Kuat tidaknya kata hati seseorang bisa menggambarkan kekuatan karakternya. Ada orang yang tidak mampu memenangkan kata hatinya, karena adanya tekanan dari otoritas. Ada orang yang perlu mengalahkan katahatinya karena tugas negara. Ada pula orang yang sengaja tidak mau mendengarkan kata hatinya karena serakah. Bisa juga kata hati tidak dilatih untuk berbicara dan didengar, sehingga seorang individu terlihat berinteligensi emosi rendah. Individu yang berkatahati kuat melakukan hal yang benar bukan karena aturan atau perintah, tetapi karena hal ini memang dianggapnya ‘benar’. Pertanyaannya, bagaimana individu mengasah dan mengembangkan kata hatinya?

Seorang ahli manajemen mengatakan bahwa tumbuhnya karakter berkata hati, dimulai dari tanggung jawab. Pimpinan yang bertanggung jawab terhadap suatu kejadian dan tidak asal ‘cuci tangan’, terbukti bersahabat dengan kata hatinya. Tanggung jawabnya tidak sebatas konsekuensi yang terlihat saja, tetapi kepada intensi, kehendak, keterlibatan  dari para pelaku yang menjadi tanggung jawabnya. Orang yang bertanggungjawab penuh juga biasanya terlihat mematuhi aturan, biasa antri, mau mengikuti aturan lalu lintas. Bila ia dokter, ia akan mengikuti etika dan kaidah praktik kedokteran yang benar. Bila ia ahli hukum, maka etika penegak hukum pun akan dijadikan patokan perilaku. Kepatuhan pada aturan ini mempermudah seseorang untuk membangun pagar yang jelas antara baik dan buruk, sehingga ketika ia mengambil keputusan, kata hatinya pun dengan mudah membantunya membuat alasan moral yang tepat untuk kebaikan diri, masyarakat dan negara.

 

Sumber: experd.com

Read Full Post »

Teman-teman ada artikel bagus lagi nih…., klik dulu ini.

Karl Marx tak pelak merupakan salah satu tokoh intelektual penting yang pernah muncul dalam panggung sejarah pemikiran modern. Setiap karyawan di dunia mestinya harus berterima kasih pada gagasannya. Gairah pembelaanya untuk membangun martabat karyawan dan pekerja terus bergema hingga hari ini.

Kini, ketika dunia makin riuh rendah dengan dinamika bisnis global, pemikiran Karl Marx terasa justru makin relevan.

Di Senin pagi yang cerah ini, saya mau menyajikan hidangan lezat berupa pembelaan Karl Marx terhadap kaum karyawan perusahaan. Di-racik dengan penuh kerenyahan, Anda pasti akan segera merasakan : betapa mak-nyus nya gagasan tokoh sosialisme dunia itu. Apalagi kalau Anda menikmati sajian ini dengan ditemani secangkir Frappucino Caramel. Hmm.

Pemikiran Karl Marx sejatinya cukup rumit di-hidangkan. Bukunya yang amat terkenal, Das Kapital, dikenal sebagai buku paling sulit untuk dipahami. Namun esensi pemikiran Marx (acap dikenal sebagai aliran Marxisme) sebenarnya sangat menggairahkan (dulu, ketika kuliah saya suka sekali dengan pemikiran mereka. Bagi saya, membaca buku-buku kaum Marxis selalu merupakan sebuah petualangan yang bisa menghadirkan “intellectual orgasm nan memukau”).

Gagasan sentral Marx sejatinya bersifat amat mendasar : setiap karyawan (atau pekerja) di seluruh dunia selalu hanya akan menjadi sekrup dari mesin kapitalisme yang terus menderu dan menggilas.

Selamanya, para karyawan dan pekerja hanya akan menjadi alat produksi dari sebuah sistem besar bernama akumulasi modal yang dilakukan oleh para kaum juragan (business owner).

Alat produksi. Just that. Dalam konteks itu, maka tema heroik yang acap kita dengar bahwa : Our Most Important Asset is Our Employee, bagi Karl Marx hanyalah sebuah dagelan pahit. Sebuah ilusi. Para karyawan dan pekerja bukan aset penting, melainkan sekedar alat produksi yang tak ada bedanya dengan baut, obeng Inggris, atau sekop.

Pelan-pelan yang terjadi kemudian adalah proses dehumanisasi : para karyawan dan pekerja itu lalu direduksi maknanya hanya sebatas angka dan nomer (berapa no induk pegawai-mu lebih penting dibanding siapa namamu).

Para karyawan yang telah menjadi deretan angka-angka, lalu di-eksploitasi secara masif demi akumulasi modal para pemilik bisnis. Disini kemudian diperkenalkan gerakan indah semacam “productivity improvement” dan “motivation training”. Ayo bekerja lebih keras. Ayo bekerja lebih semangat. Padahal semua ini muaranya satu : bagaimana agar setiap tetesan keringat karyawan bisa mendatangkan laba yang makin besar bagi pemilik bisnis.

Logika kapitalisme dan dunia bisnis lalu terpelanting kelu dalam bayangan kelam : setiap pemilik bisnis, setiap juragan pemilik modal, setiap entrepreneur yang dengan gagah menceritakan kisah suksesnya, memang selalu ingin agar akselerasi modal dan labanya terus terakumulasi dengan capat.

Sementara pada saat bersamaan, karyawan mereka, para pegawai dan kaum kuli berdasi itu, yang telah bekerja dengan letih, selalu berjalan tersendat dalam lorong gelap ketidakberdayaan.

Lalu apa yang harus dilakukan jika ada diantara Anda yang terperangkap dalam bayangan sendu semacam itu? Ada tiga opsi tindakan yang bisa dilakoni.

OPSI 1 : Revolusi. Percikkan pertentangan kelas antara kaum proletar (kaum pekerja) dengan kaum borjuis (kaum pemilik bisnis). Lalu rebakkan gelombang revolusi kaum buruh : rebut semua aset milik juragan bisnis yang serakah, dan lalu bagikan secara rata kapada kaum proletar/pekerja. “Kaum pekerja sedunia, bersatulah !!”, begitu pekik Karl Marx suatu ketika.

Revolusi? Sebuah impian yang tidak layak disepelekan, terutama ketika ketimpangan kian menganga. Bagi kaum pekerja yang selalu di-eksploitasi, kisah manis pertumbuhan ekonomi dan kebangkitan kelas menengah baru, hanyalah sebuah ilusi yang selalu di-celotehkan oleh kaum borjuis yang pongah.

OPSI 2 : Sabar dan Tawakal. Yah habis mau gimana lagi, wong ini memang sudah nasib saya. Bakat saya ya memang cumanya bisa jadi pegawai alias kuli. Kelas rendahan lagi. Sikap yang mungin lebih elegan adalah ini : hadapi semua kenyataan dengan penuh rasa syukur, sabar dan tawakal.

Jalani kehidupan sebagai pegawai dengan penuh ketekunan sambil berdoa : suatu saat mudah-mudahan nasib menjadi lebih baik (sebuah doa yang mungkin membuat Karl Marx tersenyum. Sebab, sambil menunggu doa itu dikabulkan, yang entah kapan Anda pun tak tahu, Anda bisa terus menjadi “korban” dari sistem kapitalisme yang brutal itu, yang selalu menjadikan Anda sekedar sebagai alat produksi. Sekedar sebagai sekrup).

OPSI 3 : Menjahit IMPIAN. Rajutlah impian untuk menjadi pemilik bisnis yang HUMANIS. Bahasa kerennya : menjadi KAUM KAPITALIS yang TERCERAHKAN.

Bangunlah sebuah bisnis yang hebat, sambil bertekad untuk membagikan 50 % setiap rupiah profit kepada seluruh karyawan (sebab setiap buruh, setiap pegawai punya HAK untuk ikut menikmati laba perusahaan).

Bangunlah impian, suatu saat Anda bisa menjadi Juragan Bisnis yang Sosialis : bermimpilah suatu saat Anda bisa mencarter satu pesawat, dan kemudian membawa seluruh karyawan Anda dan keluarganya berangkat naik haji. Aih, aih, betapa eloknya mimpi ini.

Namun mimpi itu hanya akan menjadi ilusi gombal kalau Anda tetap membiarkan diri Anda terus menjadi sekrup.

Itulah tiga opsi yang bisa Anda pilih. Sambil menimbang mana yang paling pas, mari kita seduh kembali Frappucino Caramel kita.

Demikian artikelnya teman-teman, silahkan klik lagi. he…. he….

Sumber: strategimanagement.com

Read Full Post »

Teman-teman ada artikel bagus dari Bapak Yodhia Angkasa, dia cukup creative menyajikan tulisan sehingga saya selalu penasaran dan selalu menunggu-nunggu tulisannya. Tak lupa sebelum membaca biasanya saya klik di sini.

Dalam tulisan sebelumnya kita telah membahas mengenai bias dan error judgement dalam proses penilaian kemampuan orang lain. Ternyata error semacam itu juga menyelinap diam-diam manakala kita melakukan proses pengambilan keputusan dalam aspek keuangan personal.

Ketika memutuskan beragam soal dalam bidang keuangan pribadi, kita ternyata begitu mudah tergelincir dalam jebakan irasionalitas yang sungguh melenakan. Bayangan irasionalitas itu selalu datang tanpa pernah disapa, menelusup dalam ruang batin kita, dan kemudian membikin proses pengambilan keputusan melenceng dari akal sehat.

Di pagi penghujung Februari ini, kita mau membicangkan dengan renyah sejumlah error dan irasionalitas yang acap muncul dalam dalam soal keuangan pribadi.

Sejatinya, ilmu yang menelisik aspek ini disebut sebagai financial psychology atau juga financial behavior – atau sejenis ilmu yang mempelajari perilaku dan proses pengambilan keputusan keuangan.

Ternyata, ada begitu banyak error yang ditemukan dalam proses financial behavior ini.  Sebagai informasi, error ini dikembangkan berdasar penelitian empirik yang melibatkan ribuan responden. Artinya beragam error ini tidak muncul dari Hongkong begitu saja, namun dilacak dari berbagai eksperimen dan riset yang melibatkan perilaku nyata manusia dalam kehidupan keuangannya.

Dalam kesempatan ini, kita hanya mau menelisik tiga jenis judgement error yang lazim dilakukan manusia dalam proses pengambilan keputusan keuangan.

Error # 1 : Loss Aversion. Ribuan orang dari ratusan negara telah diteliti, dan ternyata ada satu error yang nempel pada begitu banyak orang di muka bumi ini. Nama error itu adalah loss aversion. Atau sejenis ketakutan yang amat berlebihan akan risiko hilangnya potensi pendapatan.

Ketika dihadapkan pada pertanyaan untuk memilih antara : A) apakah Anda ingin mendapatkan uang 1 juta atau B) Apakah Anda tidak ingin kehilangan uang 1 juta; maka mayoritas responden pasti memilih opsi B. Sebagian besar orang ternyata memilih potensi untuk tidak kehilangan pendapatan daripada potensi mendapatkan keuntungan.

Sebuah riset juga menemukan fakta menarik : dampak emosional kehilangan uang satu juta ternyata jauh lebih nancep dibanding emosi ketika seseorang mendapatkan bonus satu juta. Dalam hitungan minggu biasanya Anda akan “lupa” dengan bonus satu juta itu. Namun, kehilangan uang satu juta ternyata bisa tetap nempel di hati hingga berbulan-bulan lamanya, dan memunculkan “emotional impact” yang jauh lebih mendalam.

Loss aversion kemudian menjelma menjadi error, sebab aspek ini membuat begitu banyak orang memiliki ketakutan yang berlebihan untuk mengambil sebuah risiko keuangan.

Saya kira loss aversion error inilah yang juga menjawab mengapa jumlah populasi entrepreneur di muka bumi ini hanya sekitar 7 %. Sebabnya sederhana : mayoritas orang lebih memilih kepastian pendapatan, daripada menjemput risiko yang “tampaknya begitu menakutkan”.

Error # 2 : Confirmation Bias. Error ini terjadi ketika kita “hanya” memilih dan mendengarkan informasi yang membenarkan (atau mengkonfirmasi) persepsi yang telah kita miliki. Contoh : misalkan Anda mau membeli sepeda motor, dan hati kecil Anda sebenarnya sudah agak cocok dengan Yamaha. Lalu Anda browsing ke Google untuk mencari beragam informasi mengenai berbagai merek dan kelebihan/ kekurangannya.

Karena mengalami “confirmation bias error”, maka Anda cenderung memilih untuk hanya membaca info yang membenarkan kehebatan Yamaha, dan cenderung mengabaikan informasi lain (misal tentang kelemahan Yamaha atau juga kekuatan merk Honda atau pesaing lainnya).

Confirmation bias ini acapkali terjadi dalam proses pengambilan keputusan dalam manajemen perusahaan. Misal, top management cenderung hanya akan “mendengarkan” masukan/informasi yang mengkonfirmasikan dan membenarkan persepsi yang telah ada di benak mereka sebelumnya (meski masukan itu boleh jadi tidak begitu valid).

Error # 3 : Herd Behavior. Eror ini menyangkut sikap manusia yang suka latah dan bergerak secara bergerombolan. Ternyata berdasar riset financial behavior, perilaku manusia itu acapkali ndak beda jauh dengan bebek : sekelompok pergi ke Utara, lalu semuanya ikut ke utara. Kerumunan bergerak ke selatan, semuanya lalu ikut ke selatan. Kerumunan pergi ke laut, mungkin semaunya ikut ke laut juga. Yang penting sama dengan kemana gerombolan bergerak.

Error ini acapkali terjadi dalam dunia konsumsi. Banyak orang beli BB, lalu semua orang ikut beli. Banyak orang beli Kerupuk Ma Icih, lalu semua orang ikut-ikutan beli. That’s herd behavior. Perilaku bergerombol layaknya bebak sedang angon di sawah.

Itulah tiga jenis error dalam soal personal finance. Silakan tiga error ini diingat baik-baik, dan kelak ketika Anda menemui situasi seperti diatas, segera sadar. Mungkin Anda atau rekan di sekeliling Anda tengah terbius dalam jebakan error dan irasionalitas yang melenakan.

Demikian teman-teman, sebelum meninggalkan tulisan ini buka dulu yang ini. Terima kasih.

Sumber: blog strategimanajemen.com

Read Full Post »

Teman-teman ini ada artikel bagus nih……., kalau mau bukan www.batikjawabarat.wordpress.com dulu silahkan…..

Di kelasnya ada 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku tetap mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama panggilan dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang sesungguhnya. Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak didengar, namun anak kami ternyata menerimanya dengan senang hati. Suamiku mengeluhkan ke padaku, setiap kali ada kegiatan di perusahaannya atau pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu memuji-muji “Superman cilik” di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa menjadi pendengar saja.

Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, juga memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak nomor 23 di keluarga kami tidak memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali suamiku menonton penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara televisi, timbul keirian dalam hatinya sampai matanya bersinar-sinar. Kemudian ketika dia membaca sebuah berita tentang seorang anak berusia 9 tahun yang masuk perguruan tinggi, dia bertanya dengan hati pilu kepada anak kami: Anakku, kenapa kamu tidak terlahir sebagai anak dengan kepandaian luar biasa? Anak kami menjawab: Itu karena ayah juga bukan seorang ayah dengan kepandaian luar biasa. Suamiku menjadi tidak bisa berkata apa-apa lagi, saya tanpa tertahankan tertawa sendiri.
Pada pertengahan musim gugur, semua sanak keluarga berkumpul bersama untuk merayakannya, sehingga memenuhi satu ruangan besar di restoran. Topik pembicaraan semua orang perlahan-lahan mulai beralih kepada anak masing-masing. Dalam kemeriahan suasana, anak-anak ditanyakan apakah cita-cita mereka di masa mendatang? Ada yang menjawab akan menjadi pemain piano, bintang film atau politikus, tiada seorang pun yang terlihat takut mengutarakannya di depan orang banyak, bahkan anak perempuan berusia 4½ tahun juga menyatakan kelak akan menjadi seorang pembawa acara di televisi, semua orang bertepuk tangan mendengarnya. Anak perempuan kami yang berusia 15 tahun terlihat sibuk sekali sedang membantu anak-anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya kelak. Di bawah desakan orang banyak, akhirnya dia menjawab dengan sungguh-sungguh: Kelak ketika aku dewasa, cita-cita pertamaku adalah menjadi seorang guru TK, memandu anak-anak menyanyi, menari dan bermain-main. Demi menunjukkan kesopanan, semua orang tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan akan cita-cita keduanya. Dia menjawab dengan besar hati: Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat bintang-bintang. Semua sanak keluarga tertegun dibuatnya, saling pandang tanpa tahu akan berkata apa lagi. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.

Sepulangnya ke rumah, suamiku mengeluhkan ke padaku, apakah aku akan membiarkan anak perempuan kami kelak menjadi guru TK? Apakah kami tetap akan membiarkannya menjadi murid kualitas menengah? Sebetulnya, kami juga telah berusaha banyak. Demi meningkatkan nilai sekolahnya, kami pernah mencarikan guru les pribadi dan mendaftarkannya di tempat bimbingan belajar, juga membelikan berbagai materi belajar untuknya. Anak kami juga sangat penurut, dia tidak membaca komik lagi, tidak ikut kelas origami lagi, tidur bermalas-malasan di akhir minggu juga tidak dilakukan lagi. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan tanpa henti. Namun biar bagaimana pun dia tetap seorang anak-anak, tubuhnya tidak bisa bertahan lagi dan terserang flu berat. Biar sedang diinfus dan terbaring di ranjang, dia tetap bersikeras mengerjakan tugas pelajaran, akhirnya dia terserang radang paru-paru. Setelah sembuh, wajahnya terlihat kurus banyak. Akan tetapi ternyata hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau tertawa atau menangis, tetap saja nomor 23.

Kemudian, kami juga mencoba untuk memberikan penambah gizi dan rangsangan hadiah, setelah berulang-ulang menjalaninya, ternyata wajah anak perempuanku semakin pucat saja. Apalagi, setiap kali akan ujian, dia mulai tidak bisa makan dan tidak bisa tidur, terus mencucurkan keringat dingin, terakhir hasil ujiannya malah menjadi nomor 33 yang mengejutkan kami. Aku dan suamiku secara diam-diam melepaskan aksi menarik bibit ke atas demi membantunya tumbuh ini. Dia kembali pada jam belajar dan istirahatnya yang normal, kami mengembalikan haknya untuk membaca komik, mengijinkannya untuk berlangganan majalah “Humor anak-anak” dan sejenisnya, sehingga rumah kami menjadi tenteram kembali. Kami memang sangat sayang pada anak kami ini, namun kami sungguh tidak mengerti akan nilai sekolahnya.
Pada akhir minggu, teman-teman sekerja pergi rekreasi bersama. Semua orang mempersiapkan lauk terbaik dari masing-masing, dengan membawa serta suami dan anak untuk piknik. Sepanjang perjalanan penuh dengan tawa dan guyonan, ada anak yang bernyanyi, ada juga yang memperagakan karya seni pendek. Anak kami tiada keahlian khusus, hanya terus bertepuk tangan dengan gembira. Dia sering kali lari ke belakang untuk menjaga bahan makanan. Merapikan kembali kotak makanan yang terlihat agak miring, mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap jus sayuran yang bocor ke luar. Dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik.
Ketika makan terjadi satu kejadian di luar dugaan. Ada dua orang anak lelaki, satunya adalah bakat matematika, satunya lagi adalah ahli bahasa Inggeris. Kedua anak ini secara bersamaan menjepit sebuah kue beras ketan di atas piring, tiada seorang pun yang mau melepaskannya, juga tidak mau membaginya. Walau banyak makanan enak terus dihidangkan, mereka sama sekali tidak mau peduli. Orang dewasa terus membujuk mereka, namun tidak ada hasilnya. Terakhir anak kami yang menyelesaikan masalah sulit ini dengan cara sederhana yaitu lempar koin untuk menentukan siapa yang menang.
Ketika pulang, jalanan macat dan anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku terus membuat guyonan dan membuat orang-orang semobil tertawa tanpa henti. Tangannya juga tidak pernah berhenti, dia mengguntingkan banyak bentuk binatang kecil dari kotak bekas tempat makanan, membuat anak-anak ini terus memberi pujian. Sampai ketika turun dari mobil bus, setiap orang mendapatkan guntingan kertas hewan shio masing-masing. Ketika mendengar anak-anak terus berterima kasih, tanpa tertahankan pada wajah suamiku timbul senyum bangga.
Sehabis ujian semester, aku menerima telpon dari wali kelas anakku. Pertama-tama mendapatkan kabar kalau nilai sekolah anakku tetap kualitas menengah. Namun dia mengatakan ada satu hal aneh yang hendak diberitahukannya, hal yang pertama kali ditemukannya selama 30 tahun mengajar. Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan, yaitu siapa teman sekelas yang paling kamu kagumi dan alasannya. Selain anakku, semua teman sekelasnya menuliskan nama anakku.
Alasannya sangat banyak: antusias membantu orang, sangat memegang janji, tidak mudah marah, enak berteman, dan lain-lain, paling banyak ditulis adalah optimis dan humoris. Wali kelasnya mengatakan banyak usul agar dia dijadikan ketua kelas saja. Dia memberi pujian: Anak anda ini, walau nilai sekolahnya biasa-biasa saja, namun kalau bertingkah laku terhadap orang, benar-benar nomor satu.
Saya berguyon pada anakku, kamu sudah mau jadi pahlawan. Anakku yang sedang merajut selendang leher terlebih menundukkan kepalanya dan berpikir sebentar, dia lalu menjawab dengan sungguh-sungguh: “Guru pernah mengatakan sebuah pepatah, ketika pahlawan lewat, harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.” Dia pelan-pelan melanjutkan: “Ibu, aku tidak mau jadi pahlawan, aku ingin jadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.” Aku terkejut mendengarnya dan mengamatinya dengan seksama.
Dia tetap diam sambil merajut benang wolnya, benang warna merah muda dipilinnya bolak balik di jarum bambu, sepertinya waktu yang berjalan di tangannya mengeluarkan kuncup bunga. Dalam hatiku terasa hangat seketika. Pada ketika itu, hatiku tergugah oleh anak perempuan yang tidak ingin menjadi pahlawan ini. Di dunia ini ada berapa banyak orang yang bercita-cita ingin menjadi pahlawan, namun akhirnya menjadi seorang biasa di dunia fana ini. Jika berada dalam kondisi sehat, jika hidup dengan bahagia, jika tidak ada rasa bersalah dalam hati, mengapa anak-anak kita tidak boleh menjadi seorang biasa yang baik hati dan jujur.
Jika anakku besar nanti, dia pasti akan menjadi seorang isteri yang berbudi luhur, seorang ibu yang lemah lembut, bahkan menjadi seorang teman kerja yang suka membantu, tetangga yang ramah dan baik. Apalagi dia mendapatkan ranking 23 dari 50 orang murid di kelasnya, kenapa kami masih tidak merasa senang dan tidak merasa puas? Masih ingin dirinya lebih hebat dari orang lain dan lebih menonjol lagi? Lalu bagaimana dengan sisa 27 orang anak-anak di belakang anakku? Jika kami adalah orangtua mereka, bagaimana perasaan kami?……………, daripada bingung mending buka www.batikjawabarat.wordpress.com. Terima kasih.
Sumber: Anonymous dari blog beranigagal.com

Read Full Post »

Teman-teman, ini ada artikel bagus yang bisa saya sharing. artikel ini saya dapat dari republika.co.id tentang khasiat lidah buaya.  Walaupun www.batikjawabarat.wordpress.com tidak menjualnya akan tetapi demi para pembaca saya kasih tau aja manfaatnya.

Lidah buaya, mengandung banyak gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Komponennya dengan bentuk gel yang sebagian besar adalah air mencapai 99.5% jumlah total, serta dengan total padatan terlarut hanya 0,49 %, lemak 0,067 %, karbohidrat 0,043 %, protein 0,038 %, vitamin 0,49 %, vitamin C 3,476 mg (Furnawanthi, 2002). Sedangkan kandungan gizi yang tinggi di dalamnya adalah vitamin C.

Berikut beberapa kandungan lidah buaya dan manfaatnya:

Mengurangi gula dalam darah.
Salah satu zat yang terkandung dalam lidah buaya adalah aloe emodin, sebuah senyawa organik dari golongan antrokuinon yang mengaktivasi jenjang sinyal insulin seperti pencerap insulin-beta dan -substrat1, fosfatidil inositol-3 kinase dan meningkatkan laju sintesis glikogen dengan menghambat glikogen sintase kinase 3beta, sehingga sangat berguna untuk mengurangi rasio gula darah. Selain itu, Menurut Ayurveda, pengobatan tradisional India, manfaat lidah buaya telah hipoglikemik. Yaitu dapat mengurangi glukosa darah (gula dalam darah) pada orang dengan diabetes.

Obat antiseptic & obat luka bakar
Tanaman lidah buaya daun dan akarnya mengandung saponin dan flavonoid, di samping itu daunnya mengandung tanin dan polifenol (Hutapea, 2000). Saponin ini mempunyai kemampuan sebagai pembersih sehingga efektif untuk menyembuhakan luka terbuka, sedangkan tanin dapat digunakan sebagai pencegahan terhadap infeksi luka karena mempunyai daya antiseptik dan obat luka bakar. Flavonoid dan polifenol mempunyai aktivitas sebagai antiseptic (Harborne, 1987).

Obat pencahar
Karena lidah buaya lateks (kuning jus diekstraksi dari lapisan luar daun) mengandung molekul dengan efek pencahar yang kuat (disebut “anthranoids”), tanaman bisa efektif dalam kasus-kasus sembelit. Manfaat ini juga diakui oleh WHO dan ditunjukkan dalam beberapa penelitian.

Regenerasi kulit
Kaya antioksidan (flavonoid, vitamin C, beta-karoten), lidah buaya akan memiliki anti-penuaan. Sebuah studi yang dilakukan di Turki 2009, menunjukkan bahwa lidah buaya dapat membantu regenerasi jaringan kulit. Selain itu dapat memudarkan bekas luka dan garis garis putih/merah akibat kehamilan atau strecth mark, merawat luka kecil akibat teriris pisau dan tergores serta memudarkan bintik-bintik kehitaman pada kulit.

Membantu pencernaan
Penelitian telah menunjukkan gel lidah buaya mampu mengusir dan membinasakan racun dan bahan asing lainnya yang biasanya menempel pada usus. Racun dan benda asing yang menempel pada usus sangatlah berbahaya sebab mengakibatkan akumulasi limbah sehingga dapat memblokir saluran usus dan mengurangi kemampuan tubuh untuk menyerap nutrisi. Manfaat lidah buaya adalah dapat menghilangkan limbah dan membantu dalam pengaturan asam. Hal tersebut dapat mencegah Anda dari menderita gangguan pencernaan dan juga dapat membersihkan darah serta meningkatkan sirkulasi normal. Klik lagi ah…..

sumber : Republika.co.id

Read Full Post »